Profil Lokasi FOLUR Indonesia
Sebagai negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi, Indonesia dikenal luas sebagai produsen terbesar beberapa komoditas esensial yakni padi, kelapa sawit, kakao, dan kopi. Lewat FOLUR, strategi proyek didasarkan pada pendekatan berbasis pengelolaan lanskap terpadu yang sejalan dengan upaya kolaborasi multi-pihak untuk mengakselerasi perubahan secara holistik.
Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, proyek FOLUR Indonesia mengarusutamakan pertumbuhan hijau serta pembangunan rendah karbon yang sejalan dengan tata kelola pengelolaan lanskap di lima daerah intervensi yakni Kabupaten Aceh Tengah di Provinsi Aceh, Kabupaten Mandailing Natal di Sumatera Utara, Kabupaten Sanggau di Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Luwu di Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Sorong di Provinsi Papua Barat Daya.
Aceh Tengah
Aceh Tengah, Aceh
Terletak di bagian punggung pegunungan Bukit Barisan, Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah bergunung dan berbukit dengan ketinggian rata-rata bervariasi antara 600 – 2.600 meter di atas permukaan laut. Ibukotanya adalah Takengon dengan hawa yang sejuk sepanjang tahun. Kabupaten Aceh Tengah memiliki luas 431.839 Ha atau setara dengan 4.318,39 Km2, dengan status kawasan Taman Buru seluas 86.244,83 Ha (19,05%), Hutan Lindung 185.372,76 Ha (40,94%), Hutan Produksi Tetap seluas 69.337,47 Ha (15,31%), Hutan Produksi Terbatas seluas 6.228,01 Ha (1,38%) dan Areal penggunaan terbatas seluas 105.570,35 Ha (23,32%).
Sebagai penghasil kopi, Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis kopi arabika terbaik di dunia dengan luas lahan mencapai 50.000 hektare, dengan rata-rata produksi per hektare sebanyak 800 kilogram setiap tahunnya. Kopi adalah penggerak yang positif bagi ekonomi dan perkembangan sosial di Kabupaten Aceh Tengah serta memberikan kontribusi penting bagi lingkungan sebagai hutan produktif untuk stok karbon. Lebih dari 50 ribu kepala keluarga menggantungkan hidup pada perkebunan kopi sebagai mata pencaharian, sekitar 40 ribu hektare perkebunan memproduksi kopi yang merupakan milik petani kecil. Termasuk Perempuan yang secara rata-rata mengelola seperempat dari perkebunan tersebut dan menyediakan mata pencaharian bagi sekitar 70% masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.
Kabupaten Aceh Tengah berada di dalam kawasan hutan dengan luasan mencapai 77% dari total luas wilayahnya, sehingga dalam merencanakan pembangunan harus memastikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program sehingga terwujud keberlangsungan sumber daya dan terjamin kemampuan, keselamatan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi sekarang dan yang akan datang
Mandailing Natal
Mandailing Natal, Sumatra Utara
Merupakan kabupaten terluas ke-2 di Provinsi Sumatra Utara dengan luasan mencapai 653,342 Ha. Kabupaten Mandailing natal memiliki tiga (3) jenis topografi lahan, yakni dataran rendah dentang total mencapai 24.24% dari luas lahan, dataran landai sebanyak 5.49% luasan lahan, dan dataran tinggi yang mencapai 70.25% dari total luas lahan yang ada. Proporsi penggunaan lahan didominasi oleh sektor pertanian yang menjadi tumpuan utama perekonomian masyarakat. Sektor ini, Bersama dengan sektor perikanan dan kehutanan menjadi kontributor terbesar dalam pendapataan daerah kabupaten dengan laju pertumbuhan sekitar 4.47% tiap tahunnya.
Secara geografis, Kabupaten Mandailing Natal berada di sisi paling timur Provinsi Sumatra Utara, berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatra Barat. Selain itu, Kabupaten Mandailing Natal juga dilewati oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis yang memiliki luas sebesar 91.668,17 Ha, atau setara dengan 14,02% luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
Mandailing Natal dikenal sebagai penghasil kopi terbaik dari Sumatra, yakni Kopi Mandheling. Kopi ini memiliki mutu dan citarasa tinggi, dibudidayakan pada dataran tinggi dengan ketinggian 900 – 1.400 mdpl. Berdasarkan data terakhir menurut Badan Pusat Statistik (BPS) luas lahan perkebunan kopi rakyat mencapai luas 3.572,62 Ha dengan hasil produksi mencapai 2.565,16 Ton. Varietas Kopi yang ditanam di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari beberapa tipe varietas seperti Varietas Sigarar Utang, Kartika, Ateng, dan Kopi Godang.
Selain kopi, kelapa sawit menjadi salah satu komoditas potensial di Mandailing Natal. Saat ini ditandai dengan sudah banyak masyarakat yang menanam kelapa sawit di perkebunan milik pribadi yang tersebar hampir di seluruh Pantai Barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Hingga pada Tahun 2021 diperoleh data Luas Lahan Kelapa Sawit di Kabupaten Mandailing Natal mencapai 19.086,01 Ha dengan total produksi sebanyak 293.802,85 Ton. Perkebunan sawit rakyat kini mengalami perkembangan luasan yang cukup pesat, seiring dengan peralihan komoditas tanam. Hal ini tentunya perlu didukung untuk meningkatkan kapasitas petani dan pengelolaan lahan.
Sanggau
Sanggau, Kalimantan Barat
Terletak di Provinsi Kalimantan Barat, wilayah Kabupaten Sanggau terdiri dari lima belas kecamatan dengan luas daerah 12.857,70km² serta kepadatan 29 jiwa per km². Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Sanggau beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan tertinggi mencapai 196 mm yang terjadi pada Bulan Januari dan titik terendah mencapai 54 mm yang terjadi pada bulan Juli. Secara umum wilayah Kabupaten Sanggau merupakan daerah dataran tinggi berbukit dan memiliki rawa-rawa yang dialiri oleh beberapa sungai seperti Sungai Kapuas, Sungai Sekayam, dan Sungai Tayan.
Mayoritas masyarakat Kabupaten Sanggau bekerja di sektor pertanian, dengan komoditas sawit sebagai salah satu sumber utama pendapatan ekonomi berdampingan dengan karet dan komoditas lainnya. Sementara itu, di sektor lain seperti kehutanan belum mampu memberikan dampak peningkatan ekonomi yang besar bagi masyarakat di sekitar hutan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya tutupan hutan yang terus terbuka dan beralih fungsi menjadi lahan perkebunan. Tentu saja, dibutuhkan keselarasan Pembangunan dan penguatan sektor ini untuk bisa memastikan keberlanjutan baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Saat ini perkembangan komoditas sawit menjadi suatu hal yang sangat pesat, dimana saat ini hampir diseluruh desa di kabupaten Sanggau memiliki kebun sawit, walaupun ada yang terbilang luasannya kecil karena ditanam mandiri, dan juga yang dengan luasan besar oleh perusahaan-perusahaan yang ada. Suatu fenomena yang terjadi adalah saat ini khususnya di lokasi indikatif program, semakin banyak terjadi perubahan komoditi dari karet, kakao, ladang padi menjadi perkebunan sawit.
Berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam mendorong tata kelola perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Sanggau telah dikeluarkan untuk terus mengupayakan proses penguatan bagi petani dan perusahaan agar dapat menjalankan proses produksi secara optimal dan tentunya memberikan dampak keseimbangan yang baik juga bagi alam dan lingkungan.
Luwu
Luwu, Sulawesi Selatan
Kabupaten Luwu adalah Kabupaten terbesar ke-empat di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah 3.000,25 Km2. Wilayah Kabupaten Luwu berada pada kisaran 0 sampai 3.500 mdpl, dengan wilayah tertinggi berada di Kecamatan Latimojong. Keadaan iklim di Kabupaten Luwu relatif stabil, dengan suhu tertinggi dapat mencapai 34.5°c di bulan September dan 20.5°c di bulan Juli. Umumnya, curah hujan terbesar di Kabupaten Luwu terjadi pada bulan Desember yaitu 860,3 mm dengan 28 hari hujan dan bulan Januari 839,9 mm dengan 30 hari hujan. Sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juli yaitu 77,3 mm dengan 8 hari hujan.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi penghasil padi dan kakao terbesar di Indonesia. Kabupaten Luwu pada tahun 2018 memiliki luas kawasan hutan negara sebesar 107.022,47 ha dan kawasan hutan non-negara (APL) seluas 181.648,31 ha. Kawasan hutan negara tersebut terdiri dari Hutan Lindung seluas 83.197,83 ha, dan Hutan Produksi seluas 23.824,64 ha (HPH 20.012,98 ha, dan HPT 3.811,66 ha). Berdasarkan data BPS pada kurun waktu 2014 sampai dengan 2019, rata-rata produktivitas perkebunan kakao di Sulawesi Selatan berkisar antara 0,55 sampai dengan 0,63 ton per hektare. Rata-rata tanaman kakao di Sulawesi Selatan telah berumur lebih dari 12 tahun dan tanpa adanya peremajaan atau penanaman ulang yang signifikan, produktivitasnya pun rendah. Kekurangan produktivitas tersebut juga disebabkan oleh kurangnya perawatan tanaman dan pengendalian hama. Hal ini mengakibatkan para petani mencari lahan baru untuk menanam tanaman yang lebih menguntungkan seperti padi dan cengkeh.
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi dengan produksi sawah terbesar keempat di Indonesia. Produksi padi pada tahun 2018 sebesar 5.952.616 ton dan berkontribusi 10,06% terhadap produksi padi nasional tahun 2018. Namun biasanya pada akhir tahun, saat produksi padi di Jawa dan Sumatera menurun, padi Sulawesi juga masuk ke wilayah Jawa. Beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan memiliki lahan sawah yang luas. Dataran rendah cocok untuk menanam padi dan sumber air tersedia di daerah pegunungan. Karena sebagian besar padi berada dalam kondisi irigasi dan ada 2 kali panen per tahun.